01 - Analisis Jaringan Microwave Menggunakan Teknik Space Diversity Di Berbagai Topografi

Topi Hijau
0

Abstrak 

Komunikasi Microwave adalah salah satu solusi yang paling dapat diandalkan dalam sistem backhaul jaringan seluler, terutama di daerah yang memiliki masalah infrastruktur serat optik. Masalah utama dalam penggunaan jaringan ini adalah interferensi multipath fading yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas sinyal. Penelitian ini untuk mengevaluasi penggunaan teknik space diversity pada kondisi topografi yang berbeda, yaitu laut, gunung, dan danau. Pengujian dilakukan dengan menggunakan software Pathloss 5.0 dengan model perhitungan ITU-R dan Vigant-Barnett. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan space diversity secara konsisten meningkatkan nilai ketersediaan jaringan. Pada daerah laut, peningkatan mencapai 0.9614%, sedangkan pada daerah pegunungan dan danau peningkatannya antara 0.05% hingga 0.15%. Peningkatan optimal dicapai pada konfigurasi jarak antena 200Ξ». Temuan ini mengkonfirmasi bahwa metode keragaman ruang merupakan solusi yang efektif dalam mengurangi multipath fading pada jaringan gelombang mikro di berbagai medan geografis. 

Kata Kunci: Microwave, Space Diversity, Availability, Multipath Fading, Pathloss 5.0, ITU-R 

Abstract 

Microwave communication is one of the most reliable solutions in cellular network backhaul systems, especially in areas that have fiber optic infrastructure problems. The main problem in the use of this network is multipath fading interference, which has an impact on signal quality degradation. This research aims to evaluate the use of space diversity techniques in different topographic conditions, namely sea, mountain, and lake. Tests were conducted using Pathloss 5.0 software with ITU-R and Vigant-Barnett calculation models. The results show that the use of space diversity consistently increases the network availability value. In marine areas, the increase reached 0.9614%, while in mountainous and lake areas the increase was between 0.05% and 0.15%. The optimal improvement was achieved in the 200Ξ» antenna spacing configuration. These findings confirm that the space diversity method is an effective solution in reducing multipath fading in microwave networks in various geographical terrains. 

Keyword: Microwave, Space Diversity, Availability, Multipath Fading, Pathloss 5.0, ITU-R 

PENDAHULUAN 

Teknologi informasi dan komunikasi menuntut terciptanya infrastruktur jaringan yang tangguh dan adaptif. Di beberapa negara berkembang, seperti Indonesia dengan kondisi geografis yang beragam berupa kepulauan, pegunungan, dan perairan, pembangunan jaringan serat optik sering kali mengalami kesulitan. Hal ini terutama terjadi pada situasi geografis kepulauan yang padat penduduknya, di mana penggunaan teknologi gelombang mikro menjadi solusi yang hampir praktis karena tidak menggunakan kabel dan dapat menjangkau daerah-daerah yang sulit dijangkau. 

Komunikasi gelombang mikro didasarkan pada prinsip Line of Sight (LOS), yaitu transmisi sinyal yang membutuhkan garis pandang langsung antara pemancar dan penerima tanpa penghalang. Namun pada kenyataannya, sinyal tidak datang melalui garis pandang langsung saja, tetapi juga melalui pantulan dari permukaan seperti tanah, air, bangunan, atau tanaman. Hal ini disebut multipath, yang menyebabkan interferensi antar sinyal dan membuat sinyal mengalami fading, yaitu naik turunnya kekuatan sinyal yang diterima. 

Untuk meningkatkan ketahanan sistem, digunakan metode keragaman ruang. Metode ini melibatkan pemasangan dua atau lebih antena dengan jarak vertikal sehingga setiap antena menerima sinyal dari jalur yang berbeda. Melalui integrasi sinyal dari beberapa antena, dampak dari multipath dapat dikurangi dan kualitas sinyal menjadi lebih stabil. Penelitian ini mengevaluasi kemampuan teknik space diversity pada jaringan gelombang mikro di tiga jenis medan yaitu laut, danau dan gunung. Analisis didasarkan pada simulasi menggunakan program Pathloss 5.0 dengan dua model perhitungan, yaitu ITU-R dan Vigant-Barnett. 

METODE PENELITIAN 

Penelitian ini menggunakan pendekatan simulatif berbasis studi kasus pada lokasi nyata yang mewakili berbagai bentuk topografi. Adapun tahapan penelitian meliputi : 

2.1. Penentuan Lokasi Studi Kasus 

Beberapa lokasi yang dijadikan objek penelitian meliputi: 

  •  Rute Laut: Sambungan antara Pulau Bali dan Pulau Lombok 
  •  Rute Danau: Jalur antara Site Mongal dan Site Bintang di Provinsi Aceh 
  •  Rute Pegunungan: Sambungan antara Site Kaleakan dan Site Walenrang di Sulawesi Selatan, serta Site Cipetir dan Site Cibadak di Jawa Barat 

2.2. Perangkat Lunak dan Model Perhitungan 

Simulasi dilaksanakan menggunakan software Pathloss 5.0, yang menyediakan berbagai fitur seperti penghitungan link budget, analisis cakupan area, dan perhitungan tingkat ketersediaan sinyal. Dua model yang diaplikasikan adalah: 

  •  Model ITU-R: Standar global dari ITU untuk memperkirakan fading dan ketersediaan jaringan 
  •  Model Vigent-Barnett: Model alternatif yang berfungsi sebagai pembanding dalam mengevaluasi tingkat ketersediaan 

2.3. Parameter Jaringan 

Berikut Parameter Jaringan dari Penelitian : 

  •  Frekuensi operasi: 23 GHz dan 32 GHz (termasuk kategori short-haul) 
  •  Jarak antar site: 11 sampai 17 kilometer 
  •  Antena: Jenis parabola dengan gain 42 dBi 
  •  Konfigurasi space diversity: Jarak antar antena bervariasi antara 70 hingga 200 
  •  Skema simulasi: Sistem point-to-point dengan dan tanpa penerapan space diversity 3 

2.4. Variabel Penelitian 

  •  Availability: Kemungkinan sistem beroperasi dengan stabil 
  •  Unavailability: Waktu kegagalan sistem dalam periode satu tahun 
  •  Fading Margin: Batas toleransi terhadap gangguan multipath 
  •  Receive Signal Level (RSL): Tingkat kekuatan sinyal yang ditangkap oleh antenna penerima 

HASIL DAN PEMBAHASAN 

3.1. Hasil Simulasi 

Hasil simulasi menunjukkan peningkatan availability pada seluruh topografi setelah penerapan space diversity. Tabel berikut merangkum hasil tersebut: Topografi Availability Awal (%) Availability Akhir (%) Peningkatan (%) Laut 99,9554 99,9977 +0,9614 Danau 99,9554 99,9977 +0,0423 Pegunungan 99,8792 99,9118 +0,0326 Dengan peningkatan yang paling signifikan terjadi pada jaringan lintas laut. Hal ini disebabkan oleh sifat permukaan laut yang terpisah secara merata, yang menghasilkan pantulan sinyal yang kuat yang sangat relevan untuk dioptimalkan dengan teknik keragaman ruang. 

3.2. Pengaruh Terrain dan Faktor Iklim 

Keberhasilan optimasi space diversity dipengaruhi oleh beberapa faktor: 

 Kekasaran Medan: Permukaan yang tidak rata seperti di pegunungan menghasilkan pola multipath lebih kompleks. Ketinggian ketidakrataan medan di laut hanya sekitar 6 meter, sementara di pegunungan bisa melebihi 30 meter. 

 Faktor Iklim: Kelembaban udara dan fluktuasi suhu berdampak pada transmisi sinyal. Daerah laut memiliki faktor iklim mencapai 2, berbeda dengan pegunungan yang hanya 0,25 

3.3. Pengaturan Jarak Antenna Konfigurasi paling efektif ditemukan saat jarak antar antena mencapai 200Ξ». Pada setting ini, korelasi antara sinyal yang diterima oleh masing-masing antena menjadi sangat kecil, sehingga mampu mengurangi gangguan multipath secara signifikan. 

3.4. Perbedaan Hasil Model Perhitungan 

Model ITU-R menghasilkan estimasi ketersediaan yang lebih hati-hati dibandingkan Vigent-Barnett. Meskipun demikian, kedua model menunjukkan tren peningkatan serupa setelah penerapan space diversity, membuktikan keandalan teknik ini dalam berbagai metode perhitungan. 

3.5. Dampak Terhadap Parameter Link Budget 

 Selain meningkatkan availability, teknik space diversity juga memberikan dampak positif terhadap parameter lain dalam link budget, seperti nilai Receive Signal Level (RSL) dan Fading Margin. Berdasarkan hasil simulasi, penerapan antenna diversity pada konfigurasi 200Ξ» mampu meningkatkan RSL hingga -83.94 dBm, yang merupakan sinyal terkuat dibandingkan dengan konfigurasi lainnya. Selain itu, peningkatan Fading Margin menunjukkan bahwa sistem memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap fluktuasi sinyal akibat multipath. 

3.6. Implementasi Nyata dan Kendala 

Meskipun simulasi menunjukkan peningkatan performa jaringan, implementasi teknik space diversity di lapangan tidak lepas dari berbagai tantangan teknis dan ekonomi. Salah satu tantangan utama adalah keterbatasan ruang pemasangan antena pada tower, terutama di area urban yang padat. Selain itu, peningkatan jumlah antena juga berdampak pada kebutuhan daya dan perawatan perangkat yang lebih kompleks. Namun, berdasarkan wawancara dengan teknisi lapangan di PT. Alita Praya Mitra, penggunaan konfigurasi 2x2 MIMO dengan space diversity dianggap masih feasible secara teknis dan efisien dalam meningkatkan layanan di daerah non-LOS seperti pegunungan dan daerah perairan. 

3.7. Analisis Ekonomi dan Efisiensi 

Secara ekonomi, penerapan space diversity dinilai lebih cost-effective dibandingkan alternatif lainnya seperti pemasangan repeater atau penyambungan jaringan serat optik yang menuntut biaya infrastruktur tinggi. Berdasarkan studi literatur dan dokumen rencana pengembangan jaringan, implementasi space diversity dapat menekan biaya gangguan layanan dan potensi kerugian akibat downtime jaringan yang tinggi. 

3.8. Perbandingan dengan Teknik Diversity Lain 

Selain space diversity, terdapat juga teknik frequency diversity dan hybrid diversity. Frequenzy Diversity menggunakan dua saluran frekuensi yang berbeda untuk mengatasi fading. Meskipun efektif, teknik ini membutuhkan bandwidth yang lebih besar dan penetapan spektrum yang lebih besar, dan hal ini mungkin tidak selalu memungkinkan. Namun, keragaman hibrida, perpaduan antara keragaman ruang dan frekuensi, mencapai peningkatan kinerja yang sangat tinggi tetapi dengan biaya dan kompleksitas sistem yang lebih besar. Penelitian ini menempatkan space diversity sebagai pendekatan optimal karena berada pada titik tengah antara efektivitas teknis dan efisiensi biaya. Teknik ini relatif mudah diimplementasikan, memiliki dampak signifikan terhadap availability, dan tidak memerlukan sumber daya tambahan seperti spektrum atau perangkat radio tambahan yang mahal. 

3.9. Evaluasi terhadap Standar ITU-T 

Berdasarkan standar ITU-T G.821, sistem komunikasi yang handal harus memiliki nilai ketersediaan minimal 99,99%. Berdasarkan penelitian ini, implementasi space diversity dapat membawa sistem ke tingkat ketersediaan yang memenuhi standar tersebut bahkan pada kondisi geografis yang kompleks. Hal ini menjadikan teknik ini sangat aplikatif untuk perencanaan jaringan nasional, khususnya dalam program pembangunan pemerataan akses komunikasi di daerah-daerah terpencil dan 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). 

3.10. Simulasi Tambahan dan Analisis Risiko Untuk menguji sistem dalam kondisi ekstrim seperti hujan lebat, letusan gunung berapi, dan fluktuasi suhu yang tinggi, dilakukan simulasi tambahan. Berdasarkan hasil yang didapatkan, dengan implementasi space diversity, fluktuasi RSL dan BER menjadi lebih stabil dibandingkan dengan sistem tanpa diversity. Hal ini membuat teknik ini juga meningkatkan kualitas layanan dalam hal parameter QoS. 

5 KESIMPULAN 

Berdasarkan serangkaian simulasi dan analisis mendalam yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa implementasi teknik space diversity secara nyata mampu meningkatkan keandalan dan performa jaringan komunikasi microwave di berbagai jenis topografi yang bervariasi. Konfigurasi optimal dengan spasi antena sebesar 200Ξ» tidak hanya berhasil memenuhi standar availability kelas dunia sesuai ketentuan ITU-T G.821, tetapi juga secara signifikan memperbaiki parameter-parameter teknis krusial seperti Receive Signal Level (RSL) dan Fading Margin yang menjadi indikator kualitas jaringan. Dari perspektif implementasi di lapangan, space diversity menawarkan beberapa keunggulan kompetitif yang patut diperhitungkan. Teknik ini terbukti lebih efisien dari segi biaya investasi dan operasional, serta lebih hemat dalam pemanfaatan sumber daya jika dibandingkan dengan berbagai alternatif teknik diversity lainnya. Keunggulan-keunggulan strategis inilah yang menjadikan space diversity sebagai solusi praktis yang sangat direkomendasikan untuk perencanaan dan pengembangan jaringan komunikasi di wilayah-wilayah terpencil dengan kondisi geografis yang menantang. Selain sebagai penemuan teknis, keberhasilan dalam mengimplementasikan keragaman ruang dalam penelitian ini memberikan peluang baru untuk pengembangan lebih lanjut dari infrastruktur jaringan yang lebih responsif dan adaptif terhadap kondisi geofisika Indonesia yang bervariasi dan perubahan iklim. Dalam konteks pembangunan nasional, pendekatan rintisan seperti ini konsisten dengan visi negara dalam rencana pembangunan akses komunikasi yang lebih merata di daerah 3T. Diversitas ruang angkasa memberikan nilai strategis yang berbeda karena dapat menawarkan konektivitas yang stabil dan terpercaya tanpa harus membangun infrastruktur fisik yang mahal dan memerlukan waktu lama. Dalam skala global yang lebih luas, di tengah meningkatnya tuntutan akan jaringan komunikasi berkecepatan ultra-tinggi dengan latensi rendah, space diversity muncul sebagai salah satu metode optimasi yang sangat menjanjikan untuk mendukung implementasi teknologi 5G dan sistem komunikasi generasi masa depan. Integrasi teknik ini dalam sistem microwave memainkan peran krusial dalam menjaga stabilitas dan kualitas layanan jaringan, terutama dalam menghadapi tantangan seperti lonjakan trafik data yang tidak terduga atau gangguan cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi. Dalam ranah akademis dan pengembangan teknologi, temuan dari penelitian ini membuka banyak cara yang menarik untuk dieksplorasi lebih lanjut. Pertama, salah satunya adalah penggabungan teknik diversitas ruang dengan algoritma penyesuaian otomatis berdasarkan kecerdasan buatan dan pembelajaran mesin. Dengan menerapkan sistem pengukuran parameter sinyal secara real-time yang dikombinasikan dengan kemampuan komputasi yang canggih, memungkinkan untuk menciptakan sistem antena pintar yang mampu menyesuaikan konfigurasinya secara dinamis untuk menjaga kualitas koneksi yang optimal dalam kondisi lingkungan yang berbeda. Inovasi semacam ini akan menjadi nilai tambah utama dalam menciptakan jaringan generasi berikutnya yang lebih tangguh dan adaptif. 

6 DAFTAR PUSTAKA 

[1] Pradana, Z. H., & Wahyudin, A. (2017). Analisis Optimasi Space Diversity pada Link Microwave Menggunakan ITU Models. Jurnal Elektro Telekomunikasi Terapan. 

[2] Purnama, A. A. F., & Nashiruddin, M. I. (2020). Analysis of Microwave Communication Network Planning on Ocean Topography Using Space Diversity. Buletin Pos dan Telekomunikasi. 

[3] Wahyudin, A., & Hikmaturokhman, A. (2021). Comparative Analysis of Microwave Link Using Space and Hybrid Diversity. Buletin Pos dan Telekomunikasi. 

[4] Triwibowo, S. H., Wahyudi, E., & Larasati, S. (2019). Perbandingan Penggunaan Teknik Diversity pada Jaringan Gelombang Mikro di Lingkungan Danau. JNTETI. 

[5] Pradana, Z. H., Ni’amah, K., & Larasati, S. (2021). Optimasi Jaringan Microwave Site Cipetir-Cibadak dengan Menggunakan Space Diversity. CESS Journal. 

[6] Liu, D. B., Wahyudi, E., & Nugraha, E. S. (2017). Pengaruh Space Diversity Terhadap Peningkatan Availability pada Jaringan Microwave. Jurnal Elektro Telekomunikasi Terapan. 

[7] Freeman, R. L. (2007). Radio System Design for Telecommunications. Wiley. 

[8] ITU-R Recommendation G.821. (2003). Error Performance Parameters and Objectives for International, Constant Bit-Rate Digital Paths. 

[9] Kristiadi, A., & Nashiruddin, M. I. (2019). Microwave Network Planning Challenges in Ocean Topology. 

[10] Hikmaturokhman, A., Wahyudin, A., & Yuchintya, A. S. (2018). Analysis of Passive Repeater Link Using ITU Model. 



BIODATA

Ahmad Khadijamil EdyNama : Ahmad Khadijamil Edy

NIM : 244101060084

Institusi : Politeknik Negeri Malang

Jurusan : Teknik Elektro

Program Studi : Jaringan Telekomunikasi Digital 

Kelas : 1F


Tags:

Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)