05 - PERBANDINGAN PERFOMANSI HYBRID DIVERSITY DAN SPACE DIVERSITY UNTUK LINK MICROWAVE ANTAR PULAU

Abstrak

Selama peradaban digital yang berlaku saat ini, persyaratan terhadap komunikasi data yang terpercaya dan berkualitas tinggi semakin meningkat, terutama dalam negara kepulauan seperti Indonesia. Dengan lebih dari 17.000 pulau, interkonektivitas antar pulau menjadi unsur penting dalam mendukung pengembangan infrastruktur telekomunikasi nasional. Sebuah sistem komunikasi microwave merupakan salah satu teknologi dasar yang digunakan dalam pengembangan jaringan antar pulau. System ini mendukung transmisi data dalam kapasitas besar secara nirkabel antara dua point, dan sering digunakan cukup sebagai jaringan backbone jika kabel optik tidak bisa dengan mudah dipasang. Sistem komunikasi microwave pun berusaha sendiri, berfokus pada usaha keandalan sinyalnya. Laut yang lebar dengan kedalaman berbagai-bagai menciptakan kondisi propagasi sulit di mana sinyal dapat dipantulkan oleh permukaan laut dan menyebabkan fenomena yang berada di bawah nama multipath fading. Multipath fading dapat menurunkan kuat sinyal berdampak besar, bahkan hingga menyebabkan gangguan komunikasi total pada waktu yang singkat. Untuk mengatasinya, desainer sistem menggunakan teknik diversity, yaitu jenis kegiatan untuk meningkatkan ketidakamanan penerimaan sinyal dengan memanfaatkan jalur propagasi yang lain. Artikel ini menjelaskan secara detil dua metode utama teknik diversity untuk sistem microwave antar pulau, apa itu space diversity dan hybrid diversity. Penjelasan akan meliputi cara kerja masing-masing teknik, kelebihan dan kekurangan, serta hasil tes performa berdasarkan studi kasus nyata di latar belakang antar pulau. 

KEYWORD: Microwave, Multipath, Fading, Diversity, Space Diversity, Hybrid Diversity. 

I. PENDAHULUAN 

Indonesia sebagai negara kepulauan mengalami perlukan yang sangat mendesak terhadap sistem komunikasi yang dapat menghubungkan pulaupulau yang terpencil dan di situ microwave link menjadi salah satu solusi relatif ekonomis dan fleksibel dibandingkan dengan instalasi kabel serat optik mahal dan kompleks, terutama di area yang geografisnya menantang. akan tetapi, kerugian penting dalam operasional microwave link antar pulau adalah kestabilan sinyal yang mudah dimenggalaminya oleh fenomena propagasi multipath. multipath fading adalah fenomena di mana sinyal radio yang dipancarkan dari satu titik ke titik lainnya menempuh beberapa jalur pantulan sebelum tiba di penerima. ketika sinyal-sinyal tersebut bertemu di titik penerima, mereka bisa saling memperkuat (interferensi konstruktif) atau saling melemahkan (interferensi destruktif). Gangguan ini sangat sering terjadi di atas laut, karena permukaan laut yang datar dan reflektif membuat sinyal cenderung memantul dan menciptakan jalur propagasi ganda. untuk meningkatkan keterandalan komunikasi, teknik diversity diperkenalkan. teknik ini untuk memberikan lebih dari satu saluran propagasi mandiri agar kemungkinan terjadinya gangguan serempak dapat dikecilkan. dua metode yang paling berumum adalah space diversity dan hybrid diversity. kedua jenisnya memiliki sifat dan kebutuhan infrastruktur yang berlainan. artikel ini akan menjelaskan perincian bagaimana kedua metode tersebut memungkinkan dan bagaimana efektifitasnya dalam meningkatkan kualitas link microwave inter pulau. 

II. DASAR TEORI 

2.1.Space diversity 

Menggunakan dua antena penerima yang dipisahkan oleh jarak tertentu, biasanya dalam kisaran 100λ sampai 200λ, di mana λ adalah panjang gelombang. Jika satu antena terpengaruh oleh fading, yang lain mungkin akan menerima sinyal yang lebih baik. Karena itu, probabilitas sinyal hilang secara bersama-sama dapat dikurangi. 

2.2.Fading pada link microwave 

Fading adalah fluktuasi dalam kekuatan sinyal yang diterima karena interferensi multipath, perubahan dalam keadaan atmosfer, dan hambatan fisik seperti gunung atau gedung. Fading bisa selective hanya sebagian frekuensi terpengaruh atau non-selective semua frekuensi terpengaruh. 

2.3 Frekuency divercity 

Frequency diversity adalah mengirim sinyal informasi dengan dua frekuensi carrier atau lebih, sehingga jika fading menggunakan satu frekuensi carrier, frequency carrier yang lain bisa digunakan. Namun, setiap frekuensi carrier memerlukan perangkat tambahan pada sisi pemancar dan penerima, sehingga merugikan lebih kompleks. 

III. METODOLOGI PENELITIAN 

studi ini menggunakan simulasi pathloss 5.0 dengan parameter berikut: -frekuensi kerja: 32 ghz (tinggi untuk kapasitas besar). -11,42 mil memisahkan pulau (contoh: koneksi balilombok). -kondisi topografi: permukaan laut dan permukaan tanah. -VARIABEL UJI: - Space diversity: Jarak antar antena (100λ–200λ). - Hybrid diversity: Kombinasi space diversity dan frequency diversity (perbedaan frekuensi 6%). Data ini didasarkan pada: 1.Sistem ketersediaan 2.Toleransi redaman sinyal,atau margin fading 3.kekuatan sinyal yang diterima Hasil simulasi 1.Space divercity Dengan menambahkan antena kedua pada batas vertikal 20 meter, sistem lebih tahan terhadap multipath fading. Gabungan dua sinyal menghasilkan RSL yang lebih stabil, dengan margin meningkat sekitar 15 dB. Availability meningkat menjadi 99.987% atau gangguan sekitar 40 menit per tahun. Namun, performa ini belum mencapai standar ITU-R yang menyarankan availability minimal 99.99% untuk sistem backhaul 2.Hybrid Diversity -Ketersediaan sistem:99,99896%,memenuhi standart ITU-TG.821(99,99%) -Hanya 2769,79 detik/tahun tidak tersedia -kelebihan:menggunakan diversitas frekuensi(menggunakan beberapa frekuensi) dan diversitas ruang(menggunakan antena) untuk mengurangi resiko fading yang dalam. 3.Tanpa Diversity Dalam kondisi tanpa diversity, sinyal RSL yang diterima adalah sekitar -65 dBm dengan margin fading yang rendah (hanya sekitar 5–10 dB). Link availability tercatat sebesar 99.96% per tahun. Artinya, selama setahun link mengalami gangguan sekitar 1.5 jam, yang bisa menjadi kritis untuk layanan penting seperti komunikasi darurat. TABEL PERBANDINGAN Parameter Space diversity Hybird diversity Availability (ITU-R) 99,9118% 99,99896% Margin Fading (dB) 35,15 37,20 Receive Signal (dBm) -83,94 -82,10 Kesesuaian Standart ITU Tidak Ya 

IV. ANALISIS DAN BIAYA IMPLEMENTASI 

Diversity hibrida menggambarkan peningkatan rsl sekitar 3–5 db. ini menunjukkan bahwa mitigasi interaksi ruang dan frekuensi dapat mengurangi dampak interferensi multipath dengan lebih efektif, terutama pada pengalaman c-d yang terpengaruh oleh vegetasi tinggi. 5.1 kekuatan keanekaragaman hibrida - redundansi ganda (dua antena + dua frekuensi) -margin reduksi yang besar -ketersediaan tinggi untuk aplikasi kritis (darurat, militer, layanan publik) 5.2kekurangan - membutuhkan peralatan tambahan (radio, filter, combiner) -pemasangan yang lebih kompleks -biaya operasional dan pemeliharaan yang lebih tinggi - namun demikian, untuk layanan strategis zzantara pulau-pulau atau daerah terpencil, keberagaman hibrida adalah pilihan yang sangat logis dan efisien. 

V. TEKNIK DIVERSITY 

Untuk menanggulangi problem fading ini, telah dikembangkan beberapa teknik diversity. dasar konsepnya adalah menerima sinyal dari lebih dari satu jalur independen, jadi ketika terganggu satu jalur, jalur lainnya masih bisa menyediakan sinyal yangbisaditerima. space. diversity menunjuk pada penggunaan dua antena yang dipasang vertikally dengan jarak tertentu. Sinyal pantulan dan sinyal langsung tidak akan akan mengalami gangguan bersamaan di kedua antena. vertikal jarak antara antena sekitar 10 hingga 30 meter, sekitar tergantung pada frekuensi. dan. panjang gelombang sinyal. hybrid diversity memb integration space diversity dan frequency diversity. dalam metode ini, sistem menggunakan dua antena serta dua frekuensi yang berbeda dalam mengirim sinyal yang sama. jadi, dengan demikian kemungkinan gangguan serempak di kedua jalur menjadi semakin kecil karena fading biasanya mereda pada frekuensi tertentu pada kondisi tertentu. 

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 

Dalam skenario non-diversitas, hasil simulasi menunjukkan bahwa tautan mengalami pudar sinyal mendekati batas ambang sensitivitas penerima. rata-rata rsl adalah -65 dbm dengan margin fading sekitar 5–10 db. ini berarti bahwa dengan setiap fluktuasi atmosfer atau gelombang laut yang ekstrem, sinyal jatuh di bawah ambang batas, yang menyebabkan gangguan komunikasi. ketersediaan sistem hanya mencapai 99.96%, yang berarti dalam satu tahun sistem mengalami gangguan selama sekitar 1.5 jam. untuk aplikasi biasa mungkin masih bisa ditoleransi, namun untuk sistem kritis seperti militer atau layanan darurat, gangguan ini bisa sangat merugikan. saat space diversity diterapkan, terlihat peningkatan performa yang signifikan. dengan jarak vertikal antar antena sebesar 20 meter, sinyal menjadi lebih stabil karena efek multipath tidak timbul secara bersamaan di kedua antena. margin fading meningkat menjadi sekitar 15 db, dan ketersediaan naik menjadi 99.987%. dengan kata lain, gangguan hanya terjadi sekitar 40 menit dalam setahun. ini sudah jauh lebih baik, namun masih belum memenuhi standar tertinggi seperti yang ditetapkan oleh itu-r (99,99%). performa terbaik peningkatan terjadi pada penggunaan hybrid diversity. dalam situasi ini, sinyal dipancarkan melalui dua antena yang juga diproses menggunakan dua frekuensi yang berbeda. karena fading sangat tergantung pada frekuensi dan lokasi, maka kemungkinan kedua sinyal terganggu pada waktu yang sama menjadi sangat kecil. hasil simulasi menampilkan margin fading yang sangat sempurna, yaitu 25–30 db. ketersediaan sistem sangat hampir sempurna, yaitu 99.99987%, atau hanya 2 menit gangguan setiap tahun. ini sangat ideal untuk aplikasi yang membutuhkan keandalan tinggi. dalam skenario non-diversitas, hasil simulasi menunjukkan bahwa tautan mengalami pudar sinyal mendekati batas ambang sensitivitas penerima. rata-rata rsl adalah -65 dbm dengan margin fading sekitar 5–10 db. ini berarti bahwa dengan setiap fluktuasi atmosfer atau gelombang laut yang ekstrem, sinyal jatuh di bawah ambang batas, yang menyebabkan gangguan komunikasi. ketersediaan sistem hanya mencapai 99.96%, yang berarti dalam satu tahun sistem mengalami gangguan selama sekitar 1.5 jam. untuk aplikasi biasa mungkin masih bisa ditoleransi, namun untuk sistem kritis seperti militer atau layanan darurat, gangguan ini bisa sangat merugikan. saat space diversity diterapkan, terlihat peningkatan performa yang signifikan. dengan jarak vertikal antar antena sebesar 20 meter, sinyal menjadi lebih stabil karena efek multipath tidak timbul secara bersamaan di kedua antena. margin fading meningkat menjadi sekitar 15 db, dan ketersediaan naik menjadi 99.987%. dengan kata lain, gangguan hanya terjadi sekitar 40 menit dalam setahun. ini sudah jauh lebih baik, namun masih belum memenuhi standar tertinggi seperti yang ditetapkan oleh itu-r (99,99%). performa terbaik peningkatan terjadi pada penggunaan hybrid diversity. dalam situasi ini, sinyal dipancarkan melalui dua antena yang juga diproses menggunakan dua frekuensi yang berbeda. karena fading sangat tergantung pada frekuensi dan lokasi, maka kemungkinan kedua sinyal terganggu pada waktu yang sama menjadi sangat kecil. hasil simulasi menampilkan margin fading yang sangat sempurna, yaitu 25–30 db. ketersediaan sistem sangat hampir sempurna, yaitu 99.99987%, atau hanya 2 menit gangguan setiap tahun. ini sangat ideal untuk aplikasi yang membutuhkan keandalan tinggi. 

VII. PENGARUH IKLIM TROPIS TERHADAP SISTEM MICROWAVE PENGARUH IKLIM TROPIS TERHADAP SISTEM MICROWAVE 

sistem komunikasi gelombang mikro di indonesia sangat dipengaruhi oleh lingkungan iklim tropis yang ditandai dengan curah hujan yang deras, kelembapan, dan fluktuasi suhu harian yang besar. propagasi gelombang mikro sering dipengaruhi oleh peristiwa cuaca seperti pengalihan atmosfer dan refraksi anomal. atenuasi hujan dapat berkontribusi secara signifikan pada frekuensi di atas 10 ghz, meskipun pengaruhnya juga dirasakan pada frekuensi yang lebih rendah jika hujan deras berlangsung dalam durasi yang lama. kelembaban juga mempengaruhi indeks refraksi atmosfer nilai yang berpengaruh terhadap bentuk lintasan sinyal propagasi. diskusinya tentang pengaruh lingkungan tropis ini dapat memberikan konteks yang lebih kuat terhadap pentingnya penerapan teknik diversity di wilayah seperti indonesia. 

VIII. PERBANDINGAN BERDASARKAN JENIS FREKUENSI(UHF,EHF,SHF) 

Microwave digolongkan ke dalam beberapa band frekuensi, yaitu UHF (300 MHz–3 GHz), SHF (3–30 GHz), dan EHF (30–300 GHz). Fading characteristic dan performa diversity yang besar sekali bergantung pada frekuensi yang dipakai. Pada SHF, multipath fading menjadi sangat berpengaruh karena panjang gelombangnya pendek dan mudah dipantulkan permukaan laut. Di samping itu, pada UHF, fading lebih sering disebabkan oleh difraksi dan hamburan atmosfer. Menambahkan tabel atau diskusi tentang perbandingan keragaman performa antara frekuensi dapat memperkaya artikel. 9. Simulasi Tambahan dengan Model ITU-R Hasil simulasi dapat diperiksa lebih lanjut dengan membandingkannya dengan model propagasi resmi seperti: -ITU-R P.530, menawarkan model statistik untuk fading dan ketersediaan. -ITU-R P.837 dan P.618 untuk perhitungan redamakan akibat hujan dan efek atmosfer. Dengan menyertakan hasil perhitungan yang sesuai dengan standar internasional, pembaca dapat lebih mempercayai validitas metode dan hasil penelitian Anda. 

IX. KESIMPULAN 

Teknik diversity terbukti sangat essensial untuk memperkuat performa sistem komunikasi microwave, khususnya di daerah yang memiliki kondisi propagasi rumit seperti antarpulau. Space diversity memberikan peningkatan performa yang sangat menguntungkan dengan biaya yang moderat, namun hybrid diversity memberikan output yang terbaik untuk mencapai kestabilan sinyal dan ketersediaan layanan. Meskipun lebih mahal, hybrid diversity adalah solusi yang sangat direkomendasikan bagi sistem komunikasi strategis yang mengigit aspek keandalan yang tinggi. 

REFERENCES 

Nugraha, A., et al. (2017). Analisis Optimasi Space Diversity pada Link Microwave Menggunakan ITU Models. Jurnal Elektro Telekomunikasi Terapan. Membahas optimasi space diversity dengan spasi antena 100λ–200λ dan peningkatan availability hingga 99,9999% menggunakan Pathloss 5.0. 

Wahyudin, A., & Hikmaturokhman, A. (2021). Comparative Analysis of Microwave Link Using Space and Hybrid Diversity Configuration on Mountain Topography Area. Jurnal Nasional Teknik Elektro dan Teknologi Informasi. Menunjukkan hybrid diversity menghasilkan availability 99,98943% vs space diversity 99,98333% pada topografi pegunungan. 

Dekri, B. L. (2017). Optimasi Jaringan Microwave dengan Teknik Space Diversity Menggunakan Pathloss 5.0. Institut Teknologi Telkom Purwokerto. Menganalisis pengaruh faktor topografi (laut vs pegunungan) terhadap availability dengan space diversity. 

Tim Peneliti (2020). Perancangan Sistem Komunikasi Gelombang Mikro Link Banda Menggunakan Space Diversity. Universitas Syiah Kuala. Studi kasus implementasi space diversity untuk link antar pulau dengan availability 99,9958% sesuai standar ITU-R. 

Putra, R. A., et al. (2019). Perbandingan Penggunaan Teknik Diversity pada Jaringan Gelombang Mikro di Lingkungan Danau. Jurnal Teknologi Informasi dan Komunikasi. Membandingkan space diversity (2,6 m) dan frequency diversity (1.380 MHz) dengan availability 99,9977%. 

ITU-T (2020). Recommendation G.821: Error Performance of an International Digital Connection. Standar availability minimum 99,99% untuk jaringan backhaul telekomunikasi. 

Pathloss 5.0 Documentation (2023). Microwave Link Design and Simulation. Panduan resmi simulasi multipath fading dan diversifikasi antena. 

Hikmaturokhman, A. (2021). Hybrid Diversity Configuration for Extreme Environments. Institut Teknologi Telkom Purwokerto. Menjelaskan kombinasi space diversity (200λ) dan frequency diversity (6%) untuk mengurangi selective fadin

Comments