A. PENDAHULUAN
Salah satu media transmisi yang banyak dimanfaatkan dalam sistem komunikasi saat ini adalah gelombang mikro. Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Elektro dan Telekomunikasi Terapan (JETT) oleh Telkom University, gelombang mikro merupakan salah satu media transmisi yang banyak digunakan dalam sistem komunikasi saat ini, media ini masih sangat dibutuhkan karena tidak semua wilayah memungkinkan penggunaan jaringan kabel. Selain itu, gelombang mikro memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap dampak bencana alam serta lebih praktis untuk diimplementasikan, baik di kawasan perkotaan (urban) maupun pedesaan (rural). Meski demikian, transmisi gelombang mikro tidak lepas dari kendala, seperti gangguan pada proses penyampaian informasi. Salah satu masalah yang sering muncul adalah fading, yaitu penurunan daya sinyal yang diterima, yang pada akhirnya memengaruhi kualitas transmisi. Untuk meningkatkan keandalan sistem komunikasi berbasis gelombang mikro, diperlukan langkah optimasi, salah satunya melalui penerapan teknik diversity yang terbukti mampu meningkatkan ketersediaan dan keandalan sistem secara keseluruhan (JETT, 2022).
Teknik diversity sendiri merupakan penggunaan dua atau lebih sistem atau subsistem secara bersamaan. Dalam hal ini, sistem-sistem tersebut diterapkan secara berlebihan (redundan) sebagai mekanisme untuk menjamin ketersediaan perangkat (equipment availability) maupun jalur komunikasi (path availability). Hampir semua sistem komunikasi radio menerapkan teknik diversity ini, termasuk Sistem Komunikasi Radio Terestrial, Sistem Komunikasi Satelit, Sistem Komunikasi Seluler, Sistem Trophoscatter, dan lain sebagainya. Beberapa jenis diversity yang umum digunakan antara lain adalah frequency diversity, time diversity, space diversity, angle diversity, dan polarization diversity.
B. PEMBAHASAN
1. Frequency Diversity
Frequency Diversity merupakan sistem yang mengoperasikan dua frekuensi gelombang mikro pada satu antena baik itu di pemancar maupun penerima. Informasi yang dikirimkan secara simultan dikirimkan kedua transmitter yang beroperasi pada frekuensi yang berbeda kemudian diteruskan ke satu antena pemancar, Teknik ini bekerja dengan cara membedakan frekuensi carrier selama proses transmisi sinyal informasi, di sisi penerima sinyal-sinyal ini akan diterima secara bersamaan dan kemudian digabungkan (combining) untuk memperoleh estimasi data yang dikirim.
Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Elektro dan Telekomunikasi Terapan (JETT) oleh Telkom University, sistem mengoperasikan dua frekuensi gelombang mikro secara simultan menggunakan satu antena, baik pada sisi pemancar maupun penerima. Informasi yang dikirim secara bersamaan oleh dua pemancar dengan frekuensi berbeda akan diteruskan melalui satu antena pemancar. Di sisi penerima, sinyal-sinyal ini dikumpulkan dan kemudian dipisahkan menjadi dua sinyal terpisah. Selisih frekuensi (Ξf) antara kedua sinyal minimal sekitar 2%, dan idealnya mencapai 6% untuk meminimalkan potensi interferensi antar kanal (JETT, 2022).
Berdasarkan hasil analisis perbandingan jaringan transmisi radio gelombang mikro di lokasi BTS Telaga Pulang (daerah rural) dan Sembuluh (daerah urban), Peningkatan keandalan sistem tercatat sebesar 0,00647%. Hal ini juga diperkuat oleh nilai Received Signal Level (RSL) sebesar -39,13 dBm, yang berada jauh di atas ambang batas minimal Rx Threshold Level, yakni -69,00 dBm. Berdasarkan pedoman ITU, rentang nilai RSL antara ≤ -50 dBm hingga -88 dBm sudah tergolong cukup baik dalam mendukung kualitas sinyal. Jadi dapat disimpulkan bahwa teknik frequency diversity menawarkan performa yang lebih baik dibandingkan metode tanpa diversity. Peningkatan nilai availability ini terutama dipengaruhi oleh rendahnya nilai unavailability serta adanya improvement factor dari teknik frequency diversity, yaitu selisih frekuensi yang digunakan dibandingkan dengan teknik non-diversity.
2. Time Diversity
Time Diversity adalah teknik mitigasi gangguan dalam komunikasi yang dilakukan dengan mengirim ulang informasi yang sama pada waktu yang berbeda. Tujuannya adalah agar penerima dapat memperoleh versi sinyal yang lebih bersih, terutama ketika terjadi pelemahan sinyal akibat hujan. Agar teknik ini dapat diterapkan secara efektif, diperlukan informasi curah hujan di darat pada area target untuk mengidentifikasi terjadinya pelemahan tersebut. Data cuaca ini dikumpulkan oleh stasiun pemantau di darat dan disebarkan ke pihak-pihak terkait, termasuk stasiun pemancar dan gateway. Ketika terjadi hujan lebat yang menyebabkan pelemahan sinyal, sistem gateway yang terlibat akan mengaktifkan teknik time diversity.
Menurut Rafiqul et al. (2018), time diversity gain mengacu pada perbedaan tingkat redaman antara dua sinyal yang diterima pada waktu berbeda, yang dipisahkan oleh jeda waktu tertentu, namun masih dalam persentase waktu yang sama. Teknik time diversity memberikan peningkatan gain redaman untuk durasi waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa gain semakin besar seiring dengan menurunnya persentase waktu terjadinya redaman hujan. Ini berkaitan dengan fakta bahwa hujan lebat cenderung berlangsung dalam waktu singkat, sementara hujan ringan terjadi dalam periode yang lebih lama.
Pengukuran redaman hujan pada jalur komunikasi antara bumi dan satelit telah dilakukan selama satu tahun pada frekuensi 12,225 GHz di wilayah Malaysia. Untuk mengevaluasi peningkatan performa sistem, diterapkan teknik mitigasi dengan menggunakan keragaman waktu terhadap data pemudaran akibat hujan yang telah direkam. Nilai keuntungan dari keragaman waktu juga dihitung berdasarkan data redaman hujan per menit selama satu tahun, yang dianalisis terhadap variasi tingkat redaman dan waktu tunda. Hasil menunjukkan bahwa pada probabilitas pemadaman sebesar 0,1% dan 0,01%, diperoleh keuntungan lebih dari 6 dB dan 8 dB masing-masing untuk waktu tunda 10 menit. Hasil ini memberikan kontribusi penting bagi para perancang sistem komunikasi bumi-satelit dalam meningkatkan keandalan sistem melalui penerapan teknik keragaman waktu sebagai solusi mitigasi terhadap redaman hujan.
3. Space Diversity
Space diversity merupakan metode yang memanfaatkan dua antena pada satu lokasi, di mana satu antena berfungsi sebagai pemancar/penerima (TR) dan antena lainnya sebagai penerima cadangan (DR), yang dipasang secara vertikal dengan jarak tertentu. Teknik ini umum digunakan untuk mengatasi masalah multipath fading pada sinyal microwave radio, terutama pada jalur transmisi yang panjang seperti lintasan melintasi lautan. Penerapan space diversity bertujuan untuk meningkatkan kualitas link budget secara keseluruhan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi studi pustaka, observasi lapangan, dan survei. Parameter utama yang dianalisis meliputi tingkat sinyal yang diterima (Receive Signal Level/RSL), margin fading, dan ketersediaan layanan (availability).
Menurut Anisa Nur Cahyani (2017) dalam tesisnya di Institut Teknologi Telkom Jakarta, perancangan jalur transmisi microwave yang menerapkan teknik space diversity pada jalur panjang melintasi laut, menunjukkan kinerja yang sangat baik di lapangan. Sistem dengan konfigurasi space diversity mencapai nilai availability sebesar 99,99915%, yang berarti gangguan selama hanya sekitar 5,26 menit/tahun, sedangkan sistem tanpa teknik ini hanya mencapai 99,96197% atau mengalami gangguan sekitar 4,38 jam/tahun. Dengan demikian, penggunaan space diversity mampu mengurangi waktu mati sistem hingga kira-kira 4,3 jam per tahun dan meningkatkan tingkat keandalan sebesar 0,039%. Ini menunjukkan bahwa teknik tersebut jauh lebih efektif dibandingkan konfigurasi standar dalam menjaga keandalan link microwave.
Berdasarkan hasil evaluasi sistem, penerapan teknik space diversity terbukti mampu meningkatkan nilai availability sebesar 0,039% dan mengurangi waktu gangguan (outage time) hingga 4,3 jam per tahun. Pencapaian ini menunjukkan bahwa penggunaan space diversity secara signifikan dapat meningkatkan keandalan sistem serta mengurangi potensi kegagalan. Perbedaan antara hasil perhitungan manual dan simulasi perangkat lunak umumnya disebabkan oleh pembulatan angka dan asumsi kondisi ideal dalam proses simulasi. Secara keseluruhan, desain jalur transmisi microwave yang mengimplementasikan teknik space diversity ini telah memenuhi standar yang ditetapkan.
4. Angle Diversity
Angle diversity merupakan teknik dalam komunikasi nirkabel optik (Optical Wireless Communication/OWC) yang dirancang untuk meningkatkan keandalan penerimaan sinyal dengan menggunakan beberapa penerima yang diarahkan ke berbagai sudut datang cahaya. Teknik ini umum dipakai dalam sistem seperti Visible Light Communication (VLC), LiFi, dan komunikasi inframerah di ruang tertutup. Dalam sistem optik, cahaya sering kali mengalami pantulan dari dinding, langit-langit, atau benda lain sehingga menyebabkan propagasi multipath. Hal ini bisa menimbulkan sebaran waktu tunda (delay spread), interferensi antar simbol (ISI), dan penurunan rasio sinyal terhadap derau (SNR). Untuk mengatasi masalah tersebut, angle diversity menggunakan beberapa sensor optik atau photodiode dengan bidang pandang sempit (narrow FOV) yang diarahkan ke berbagai sudut di dalam ruangan.
Menurut GarcΓa-Zambrana et al., angle diversity konvensional menggunakan beberapa elemen penerima yang berorientasi ke arah yang berbeda, di mana setiap elemen menggunakan filter dan konsentrator non-pencitraannya sendiri, seperti konsentrator parabola majemuk (CPC) atau lensa hemisferik. Untuk menentukan jumlah elemen penerima, probabilitas pemadaman dan probabilitas kesalahan rata-rata juga dipertimbangkan. Berdasarkan hasil tersebut, diusulkan penerima keragaman sudut konvensional yang terdiri dari tujuh elemen, dengan satu di antaranya berorientasi ke langit-langit, dan enam bersudut pada elevasi 56° dengan pemisahan 60° dalam azimuth. Untuk setiap elemen, CPC dengan bidang pandang 50° harus digunakan (2013).
Dengan memanfaatkan beberapa arah penerimaan sinyal, teknik angle diversity efektif dalam mengurangi dampak multipath fading dan penyebaran waktu tunda (delay spread) yang kerap menjadi kendala utama dalam komunikasi optik di dalam ruangan akibat pantulan sinyal dari dinding serta objek sekitar. Selain itu, angle diversity mampu meningkatkan rasio sinyal terhadap gangguan (SNR), memperbaiki kualitas sinyal yang diterima, serta menurunkan tingkat kesalahan dalam pengiriman data (bit error rate/BER). Sistem ini menggabungkan sinyal dari beberapa photodetektor menggunakan metode seperti maximal-ratio combining (MRC), sehingga dapat memperkuat sinyal dari arah terbaik secara dinamis.
5. Polarization Diversity
Polarization diversity merupakan metode dalam sistem komunikasi yang memanfaatkan sinyal dengan arah polarisasi berbeda umumnya vertikal dan horizontal untuk meningkatkan kestabilan dan keandalan penerimaan sinyal. Teknik ini bekerja dengan mengurangi gangguan seperti fading dan multipath, karena gelombang radio yang mengalami pantulan bisa mengalami perubahan arah polarisasi. Dengan demikian, penerima dapat menangkap sinyal yang berbeda secara bersamaan dan lebih konsisten. Selain itu, penggunaan polarisasi melingkar (circular) juga dapat dimanfaatkan untuk mengatasi variasi polarisasi akibat efek multipath. Dengan menggabungkan sinyal dari antena-antena dengan polarisasi berbeda, sistem dapat memilih sinyal terbaik berdasarkan kualitas, atau menyatukannya untuk meningkatkan rasio sinyal terhadap derau (SNR).
Menurut ScienceDirect (2024), dalam sistem komunikasi radio bergerak, penggunaan polarisasi tegak lurus pada sinyal transmisi dapat menghasilkan efek fading yang saling tidak berkaitan atau berkorelasi rendah. Hal ini disebabkan oleh sifat pantulan dan pembelokan gelombang radio yang dipengaruhi oleh arah polarisasi sinyal. Karena fading terjadi secara independen pada tiap polarisasi, maka dengan memanfaatkan antena berpolarisasi ganda dan memproses sinyal dari masing-masing polarisasi secara terpisah dalam teknik yang dikenal sebagai keanekaragaman polarisasi dapat diperoleh kualitas sinyal yang lebih baik.
Karakteristik penurunan sinyal (fading) dipengaruhi oleh polarisasi gelombang. Sinyal dapat dikirim dan diterima melalui antena yang dipasang secara horizontal dan vertikal secara terpisah sehingga terbentuk dua saluran keanekaragaman sinyal. Pantulan sinyal dapat mengubah arah polarisasi gelombang radio, yang memungkinkan pemisahan sinyal menjadi dua saluran berbeda. Oleh sebab itu, penggunaan antena dengan polarisasi silang biasanya diterapkan hanya pada sisi penerima, meskipun keanekaragaman polarisasi hanya menyediakan dua saluran dan tingkat independensi antar saluran biasanya lebih rendah dibanding keanekaragaman frekuensi atau spasial, metode ini lebih sederhana dan biaya implementasinya lebih rendah. Karena itu, meskipun performanya tidak sebaik keanekaragaman ruang atau frekuensi, peningkatan yang diberikannya sering kali cukup untuk dijadikan pilihan.
C. KESIMPULAN
Teknik diversity diterapkan untuk memastikan ketersediaan perangkat dan jalur komunikasi dengan menggunakan beberapa sistem secara bersamaan sebagai bentuk redundansi. Teknik ini mencakup frequency diversity yang menggunakan dua frekuensi berbeda secara bersamaan untuk meminimalkan kehilangan sinyal, time diversity yang mengirim ulang sinyal pada waktu berbeda agar penerimaan lebih baik terutama saat hujan dengan bantuan data curah hujan.
Space diversity yang memakai dua antena terpisah untuk mengatasi gangguan multipath pada jalur transmisi panjang, angle diversity dalam komunikasi optik yang memanfaatkan beberapa penerima dengan arah berbeda guna mengurangi efek multipath seperti delay dan interferensi, serta polarization diversity yang menggabungkan sinyal dengan orientasi polarisasi berbeda untuk menekan fading dan meningkatkan keandalan sinyal. Semua metode ini digunakan pada berbagai sistem komunikasi radio, satelit, seluler, dan optik demi memperbaiki kualitas sinyal, mengurangi gangguan, dan menjaga ketersediaan layanan secara optimal.
D. DAFTAR PUSTAKA
Anggi Shabrina, “Analysis of Frequency Diversity Implementation of Availability System Value in Urban and Rural Region”, Jurnal Elektro dan Telekomunikasi Terapan, Vol. 7 No. 1 (2020): JETT Juli 2020, https://journals.telkomuniversity.ac.id/jett/article/view/2932
Anggi Shabrina, EkaWahyudi, Solichah Larasati “Analisis Implementasi Frequency Diversity Terhadap Nilai Availability System Pada Wilayah Urban dan Rural”, Jurnal Elektro dan Telekomunikasi Terapan, Vol. 7 No. 1 (2020): JETT Juli 2020, https://doi.org/10.25124/jett.v7i1.2932
Natali, Yus, and Anisa N. Cahyani (2018), “Perancangan Link Transmisi Mikrowave Menggunakan Teknik Space Diversity.”, Jurnal Teknologi Elektro, vol. 9, no. 3, Sep. 2018, pp. 117-126, https://www.neliti.com/id/publications/328501/perancangan-link-transmisi-mikrowave-menggunakan-teknik-space-diversity#cite
Rafiqul, I., Lwas, A., Habaebi, M., Alam, M., Chebil, J., Singh Mandeep, J., & Zyoud, A. (2018), “Analysis of Time Diversity Gain for Satellite Communication Link based on Ku-Band Rain Attenuation Data Measured in Malaysia”, International Journal of Electrical and Computer Engineering (IJECE), 8(4), 2608-2613, http://doi.org/10.11591/ijece.v8i4.pp2608-2613
RodrΓguez PΓ©rez, S., RodrΓguez Mendoza, B., PΓ©rez JimΓ©nez, R. et al, “Design considerations of conventional angle diversity receivers for indoor optical wireless communications”, J Wireless Com Network 2013, 221 (2013), https://link.springer.com/article/10.1186/1687-1499-2013-221
Rongqing Hui, “Chapter 9 - Coherent optical communication systems”, Introduction to Fiber-Optic Communications, Academic Press 2020, Pages 417-438, https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B9780128053454000093