15 - Availability pada Sistem Komunikasi Radio: Konsep, Implementasi, dan Optimasi

Pendahuluan 

Availability pada sistem komunikasi radio adalah ukuran keandalan sistem dalam menyediakan layanan komunikasi tanpa gangguan dalam periode waktu tertentu. Nilai availability biasanya dinyatakan dalam persentase, yang menunjukkan berapa lama sistem dapat beroperasi normal dibandingkan dengan total waktu operasional yang diharapkan. Availability sendiri adalah salah satu parameter paling krusial dalam sistem komunikasi radio, khususnya pada jaringan gelombang mikro (microwave ), seluler, satelit, dan sistem komunikasi terestrial lainnya. Istilah ini merujuk pada tingkat keandalan sistem dalam menyediakan layanan komunikasi sesuai standar yang diinginkan, tanpa gangguan signifikan dalam periode waktu tertentu. Artikel ini akan membahas secara komprehensif konsep availability, faktor-faktor yang mempengaruhinya, teknik peningkatan availability melalui diversity, serta perhitungan dan simulasi untuk memastikan keandalan sistem komunikasi radio berdasarkan materi dan referensi tambahan dari literatur komunikasi radio. Availability dalam Sistem Komunikasi Radio Availability adalah ukuran probabilitas atau persentase waktu di mana sistem komunikasi radio berfungsi dengan baik dan dapat diandalkan untuk menyediakan layanan komunikasi. Jika sebuah sistem memiliki availability 99,995%, artinya sistem tersebut hanya boleh mengalami kegagalan atau downtime sebesar 0,005% dari total waktu operasionalnya. Secara matematis, availability dapat dirumuskan sebagai: Availability = Waktu Operasi Sistem Total Waktu Pengamatan × 100% Kebalikan dari availability adalah unavailability, yaitu persentase waktu sistem tidak dapat memberikan layanan sesuai standar. Faktor yang mempengaruhi Availability pada sistem komunikasi radio dipengaruhi oleh : Equipment Availability (Reliability): Keandalan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) yang digunakan dalam sistem. Gangguan pada perangkat, seperti kerusakan modul pemancar, penerima, atau antena, dapat menyebabkan downtime sistem. Path Availability: Keandalan jalur propagasi sinyal radio antara pemancar dan penerima. Faktor-faktor lingkungan, seperti fading , interferensi, cuaca, dan kondisi geografis, sangat mempengaruhi path availability. Fading dan mekanisme propagasi: fluktuasi level sinyal yang diterima akibat perubahan fasa, polarisasi, atau level sinyal yang dipengaruhi oleh mekanisme propagasi seperti refraksi, refleksi, difraksi, hamburan, atenuasi, dan ducting. Fading dapat bersifat selektif (hanya pada sebagian pita frekuensi) atau nonselektif (seluruh pita frekuensi). Interferensi: Gangguan dari sinyal lain yang menggunakan frekuensi sama atau berdekatan dapat menurunkan nilai availability. Interferensi dapat diatasi dengan mengganti sub-band frekuensi, mengubah polarisasi antena, atau mengganti perangkat antena dengan spesifikasi yang berbeda. Teknik Peningkatan Availability: Konsep Diversity Diversity adalah teknik yang pengoperasian nya dua atau lebih sistem/subsistem secara simultan untuk meningkatkan keandalan sistem komunikasi radio. Tujuannya adalah untuk mengurangi kemungkinan kegagalan layanan akibat fading atau gangguan lainnya. Diversity dapat diterapkan pada berbagai sistem komunikasi, seperti radio terestrial, satelit, seluler, dan troposcatter. Jenis-Jenis Diversity a. Frequency Diversity: Pengiriman sinyal pada dua atau lebih frekuensi carrier yang berbeda. Jika salah satu frekuensi mengalami gangguan, sinyal pada frekuensi lain tetap dapat diterima dengan baik. Pemisahan frekuensi carrier harus cukup besar (2-5% dari bandwidth kanal) agar sinyal benar-benar independen. b. Space Diversity (Antenna Diversity): Menggunakan dua atau lebih antena yang dipasang terpisah secara fisik, biasanya pada penerima (far end). Jika satu antena menerima sinyal lemah akibat fading , antena lain kemungkinan besar masih menerima sinyal yang kuat. Jarak antar antena biasanya 10 kali panjang gelombang, dengan improvement factor yang signifikan terhadap fading margin. c. Time Diversity, Angle Diversity, Polarization Diversity: Masing-masing memanfaatkan perbedaan waktu, sudut, atau polarisasi dalam penerimaan sinyal untuk meningkatkan keandalan. 

Implementasi Diversity pada Sistem Komunikasi Radio 

Pada frequency diversity, pemancar mengirimkan sinyal informasi yang sama pada dua frekuensi carrier berbeda. Penerima kemudian melakukan combining untuk mendapatkan estimasi data terbaik. Konsekuensinya, dibutuhkan dua stage RF pada pemancar dan penerima, sehingga biaya dan kompleksitas sistem meningkat. Pada space diversity, dua atau lebih antena dipasang pada penerima dengan jarak tertentu (biasanya 5–15 meter, tergantung frekuensi). Jika terjadi multipath fading , kemungkinan kedua antena mengalami fading secara bersamaan sangat kecil. Dengan demikian, sistem dapat memilih sinyal terbaik dari kedua antena (selection combining) atau mengombinasikan keduanya (equal gain atau maximal ratio combining). Pengaruh Diversity terhadap Receive Signal Level (RSL) penerapan diversity meningkatkan cadangan daya (fading margin) sistem. Misalnya, untuk BER 10⁻⁶, RSL rata-rata yang dibutuhkan adalah -70 dBm. Jika improvement factor space diversity adalah 5,5 dB, maka RSL dengan space diversity menjadi -64,5 dBm. Artinya, sistem lebih tahan terhadap fading dan availability meningkat signifikan. Perhitungan Unavailability dan Availability Nilai unavailability pada sistem tanpa diversity dapat dihitung dengan rumus: ๐‘ƒ๐‘Ÿ(%) = 6 × 10−5 × ๐‘Ž × ๐‘ × ๐‘“ × ๐‘‘ 3 × 10−๐น/10 Keterangan:  ๐‘Ž: Faktor kekasaran bumi (terrain roughness)  ๐‘: Faktor iklim (climate factor)  ๐‘“: Frekuensi carrier (GHz)  ๐‘‘: Panjang lintasan (km)  ๐น: Fading margin (dB) Untuk sistem dengan diversity, improvement factor dari teknik diversity dimasukkan ke dalam perhitungan unavailability. Availability kemudian dihitung sebagai: ๐ด๐‘‰๐‘๐‘Ž๐‘กโ„Ž(%) = 100 − ๐‘ˆ๐‘›๐ด๐‘‰๐‘๐‘Ž๐‘กโ„Ž(%) Simulasi space diversity dilakukan pada sistem komunikasi radio line of sight dengan frekuensi 23 GHz dan tinggi antena utama 30 m. Selisih tinggi antena diversity diatur antara 100ฮป sampai 200ฮป, dengan kenaikan 25ฮป. Hasil simulasi menunjukkan bahwa tanpa diversity, availability yang diperoleh adalah 99,99975%. Dengan space diversity, availability meningkat hingga 99,99990%. Nilai ฮ”h (spasi antena) Availability (%) 100ฮป 99,99989 125ฮป 99,99989 150ฮป 99,99989 175ฮป 99,99990 200ฮป 99,99990 Nilai eceive signal level (RSL) juga meningkat seiring bertambahnya spasi antena diversity. 

Teknik Kombinasi Sinyal pada Diversity 

Pada penerima, sinyal dari beberapa antena dikombinasikan menggunakan teknik tertentu untuk mendapatkan kualitas sinyal terbaik: 

  1. Selection Combining yaitu memilih sinyal dengan SNR tertinggi dari beberapa antena. 
  2. Equal Gain Combining adalah Menyamakan fasa semua sinyal yang diterima dan menjumlahkannya. 
  3. Maximal Ratio Combining yaitu mengalikan masing-masing sinyal dengan bobot proporsional terhadap SNR-nya, lalu menjumlahkan hasilnya. 
  4. Scanning/Switching Combining yaitu berpindah ke cabang antena lain jika sinyal pada satu cabang turun di bawah ambang tertentu. 

Setiap teknik itu memiliki keunggulan sendiri sendiri dan kompleksitas masingmasing, namun secara umum, maximal ratio combining memberikan performa terbaik. Target dan standar availability pada sistem komunikasi radio digital sangat tinggi, terutama untuk backbone dan jaringan utama: Kategori Jaringan Panjang Link (km) Target Availability (%) International digital link 50 – 21.500 99,9926 – 99,9975 National digital link 50 – 2.500 99,9925 – 99,9975 Short haul (akses) 50 – 250 99,9830 – 99,9965 Access (< 50 km) < 50 99,9750 – 99,9958 Untuk jaringan seluler dan akses, availability di atas 99,995% sudah sangat baik dan memenuhi standar industri. 

Studi Kasus dan Optimasi Availability 

Pada kasus nyata, misalnya jaringan microwave yang mengalami interferensi, availability bisa turun drastis hingga 97,94%. Setelah dilakukan optimasi seperti penggantian sub-band frekuensi atau penerapan diversity, availability dapat meningkat hingga 99,99993%. Untuk memahami lebih dalam penerapan availability, mari kita lihat studi kasus nyata pada jaringan microwave antara beberapa BTS (Base Transceiver Station) di Indonesia. Pada jaringan antara BTS Labuan dan BTS Panimbang dengan frekuensi kerja 8 GHz dan panjang lintasan 12,73 km, nilai thermal fading margin yang digunakan adalah 46,64 dB. Dengan faktor kekasaran bumi dan faktor iklim yang diasumsikan 1 (kondisi terburuk di daerah pegunungan), perhitungan unavailability menggunakan rumus: ๐‘ˆ๐‘›๐ด๐‘ฃ๐‘๐‘Ž๐‘กโ„Ž = 10−6 × 103 × 105.2 × ๐ท × ๐‘“ × ๐‘ × ๐‘Ž × 10−๐น๐‘€/10 Dengan memasukkan nilai-nilai tersebut, didapatkan: ๐‘ˆ๐‘›๐ด๐‘ฃ๐‘๐‘Ž๐‘กโ„Ž = 10−5 × 3,0121 = 3,0121 × 10−5 Availability dihitung dengan: ๐ด๐‘ฃ๐‘๐‘Ž๐‘กโ„Ž = (1 − ๐‘ˆ๐‘›๐ด๐‘ฃ๐‘๐‘Ž๐‘กโ„Ž) × 100% Sehingga diperoleh nilai availability sebesar 99,99996%. Hasil ini menunjukkan keandalan sistem sangat tinggi, jauh di atas ambang batas ideal 99% yang diharapkan pada sistem komunikasi kritis. Studi serupa pada link BTS Panimbang ke BTS Cigeulis (16 km, fading margin 46,62 dB) menghasilkan availability 99,99983%. Perbedaan kecil pada hasil perhitungan dianggap wajar karena perbedaan metode atau alat hitung, namun secara umum kualitas layanan tetap berada pada cakupan ideal di atas 99%. Pengaruh Interferensi dan Outage Time terhadap Availability Faktor lain yang sangat mempengaruhi availability adalah interferensi dan outage time. Interferensi dapat berasal dari sinyal lain yang menggunakan frekuensi berdekatan atau dari peralatan elektronik di sekitar jalur transmisi. Pada kasus nyata, ketika fading margin turun hingga 5 dB akibat interferensi, padahal minimum fading margin yang dibutuhkan agar sistem tetap berjalan baik adalah 15 dB, maka sistem sangat rentan mengalami outage. Fading margin adalah cadangan daya antara rata-rata sinyal yang diterima dan sensitivitas penerima. Jika margin ini tidak terpenuhi, outage time meningkat, dan availability turun drastis. Outage time sendiri adalah periode di mana sistem tidak dapat memberikan layanan sesuai standar. Outage time yang tinggi akan langsung menurunkan nilai availability. Oleh karena itu, perencanaan sistem harus memperhitungkan kemungkinan outage dan menyediakan cadangan daya serta teknik mitigasi seperti diversity dan dynamic spectrum management. Optimasi Availability melalui Radio Resource Management (RRM) Optimasi availability tidak hanya dilakukan pada tahap desain, tetapi juga selama operasi sistem. Radio Resource Management (RRM) adalah proses optimasi sumber daya radio untuk memastikan kualitas layanan (QoS) tetap terjaga. Dalam konteks militer maupun komersial, RRM meliputi: 

  1. Penempatan dan jumlah Cognitive point yang optimal untuk mengurangi interferensi dan biaya. 
  2. Penentuan area cakupan dan overlap coverage untuk redundansi di area kritis. 
  3. Penjadwalan kanal, pengaturan daya pancar, dan pengelolaan trafik secara dinamis berdasarkan kondisi aktual di lapangan. 
  4. Penggunaan algoritma Call Admission Control (CAC) untuk memutuskan apakah koneksi baru dapat diterima tanpa mengorbankan availability layanan yang sudah berjalan. 

RRM statis dilakukan saat perencanaan awal, sedangkan RRM dinamis berjalan otomatis selama operasi sistem, menyesuaikan dengan kondisi trafik, interferensi, dan kebutuhan layanan. Dengan pengelolaan sumber daya yang cerdas, availability dapat dijaga tetap tinggi bahkan pada kondisi lingkungan yang berubah-ubah. Inovasi Teknologi untuk Meningkatkan Availability Seiring berkembangnya kebutuhan dan kompleksitas jaringan radio, berbagai inovasi teknologi dikembangkan untuk mendukung peningkatan availability: a. Cognitive Radio (CR): Cognitive Radio memungkinkan perangkat radio untuk secara dinamis memilih frekuensi kerja terbaik berdasarkan kondisi spektrum yang tersedia. Dengan kemampuan spectrum sensing, CR dapat menghindari frekuensi yang padat atau terganggu, sehingga mengurangi outage dan meningkatkan availability. b. Intelligent Reflecting Surface (IRS): IRS adalah permukaan elektromagnetik yang dapat diatur untuk memantulkan sinyal secara optimal. Teknologi ini mampu memperbaiki propagasi sinyal di lingkungan kompleks, misalnya di perkotaan dengan banyak gedung tinggi, sehingga mengurangi dead zone dan meningkatkan kualitas layanan. c. Dynamic Spectrum Access (DSA): Teknik ini memungkinkan sistem untuk berbagi spektrum secara efisien antar pengguna tanpa saling mengganggu. DSA sangat efektif untuk mengatasi keterbatasan spektrum dan menjaga availability pada tingkat optimal. d. Deep Learning untuk Manajemen Spektrum: Penggunaan algoritma deep learning, seperti multiscale deep convolutional neural networks, memungkinkan sistem secara otomatis mendeteksi noise dan memilih bandwidth terbaik, sehingga mengurangi interferensi dan meningkatkan availability. e. Symbiotic Radio Systems: Sistem radio simbiotik memungkinkan infrastruktur dan sumber daya seperti repeater dan IRS digunakan bersama oleh beberapa pengguna, sehingga pemanfaatan spektrum lebih efisien dan availability meningkat secara kolektif. Peran Digital Modulation dan Spread Spectrum dalam Availability Digital modulation seperti QAM, PSK, dan FSK memberikan keunggulan dalam mitigasi noise dan interferensi dibandingkan modulasi analog. Sinyal digital lebih tahan terhadap distorsi dan dapat memanfaatkan teknik bandwidth sharing seperti dynamic spectrum Cognitive dengan lebih baik. Spread spectrum (FHSS dan DSSS) juga digunakan untuk menyebarkan sinyal pada beberapa frekuensi sekaligus, sehingga jika terjadi gangguan pada satu frekuensi, sinyal masih dapat diterima pada frekuensi lain. Hal ini sangat membantu menjaga availability, terutama pada lingkungan dengan tingkat interferensi tinggi. Tantangan Availability di Masa Depan Dengan meningkatnya jumlah perangkat IoT, kendaraan otomatis, dan layanan berbasis radio lainnya, tantangan baru muncul dalam menjaga availability: a. Keterbatasan Spektrum: Permintaan spektrum radio terus meningkat, sementara ketersediaannya terbatas. Solusi seperti dynamic spectrum sharing dan cognitive radio menjadi sangat penting. b. Kepadatan Trafik: Lonjakan trafik, terutama di area urban, dapat menyebabkan kemacetan spektrum dan menurunkan availability. Algoritma congestion control yang canggih dan visible light communication dapat menjadi solusi di masa depan. c. Keamanan dan Keandalan: Sistem komunikasi kritis seperti militer dan transportasi otomatis membutuhkan availability yang sangat tinggi dan keamanan yang ketat. Pengembangan teknologi enkripsi dan manajemen spektrum adaptif menjadi prioritas utama. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa Availability merupakan parameter atau indikator utama untuk menentukan keandalan dan kualitas layanan sistem komunikasi radio. Nilai availability yang tinggi hanya dapat dicapai melalui perencanaan matang, pengelolaan sumber daya yang adaptif, serta penerapan inovasi teknologi terkini seperti cognitive radio, intelligent reflecting surface, dan dynamic spectrum Cognitive . Faktor-faktor seperti keandalan perangkat, kondisi jalur propagasi, dan teknik diversity sangat mempengaruhi nilai availability. Penerapan teknik diversity, baik frequency maupun space diversity, terbukti sangat efektif dalam meningkatkan availability, terutama pada jaringan yang rawan fading dan interferensi. Studi kasus di Indonesia membuktikan bahwa dengan perhitungan dan mitigasi yang tepat, availability di atas 99,999% sangat mungkin dicapai, bahkan pada lingkungan yang menantang. . Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang konsep, teknik, dan implementasi availability sangat penting bagi perancang dan operator sistem komunikasi radio modern. Untuk masa depan, fokus riset dan implementasi perlu diarahkan pada Pengembangan algoritma manajemen spektrum berbasis AI untuk deteksi dini interferensi dan noise. Investasi pada infrastruktur pendukung seperti IRS dan repeater yang dapat di-sharing.Penguatan regulasi dan standarisasi untuk dynamic spectrum sharing dan keamanan komunikasi digital. Edukasi dan pelatihan berkelanjutan bagi operator dan perancang jaringan agar selalu update dengan teknologi terbaru. Dengan demikian, sistem komunikasi radio akan tetap menjadi tulang punggung infrastruktur digital yang andal, aman, dan siap menghadapi tantangan masa depan. 

Referensi: 

1. Analisa Pengaruh Interferensi Terhadap Availability pada Jaringan Microwave (Jurnal ECOTIPE) https://ecotipe.ubb.ac.id/index.php/ecotipe/article/download/47/38/ 2. Scalability and Connectivity Challenges for the Future of Digital Radio Communication https://www.sto.nato.int/publications/STO Meeting Proceedings/RTO-MP-IST-054/MP-IST-054-08.pdf 3. Optimizing Methods in Military Radio-Networks Planning and Management https://digitalcommons.unl.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1748&context= honorstheses

Comments