Abstrak
Artikel ini membahas pendekatan teoritis dan simulatif terhadap availability dan unavailability pada sistem komunikasi radio Line of Sight (LOS) menggunakan teknik Space Diversity. Availability merupakan parameter yang menunjukkan persentase waktu sistem dapat beroperasi tanpa gangguan. Fading menjadi masalah utama yang dapat menurunkan keandalan sistem, dan untuk itu teknik diversity diperlukan.
Melalui simulasi menggunakan perangkat lunak Pathloss, dilakukan analisis terhadap lintasan komunikasi Tuban–Madura dengan dan tanpa space diversity. Hasil menunjukkan bahwa penerapan dua antena dengan perbedaan ketinggian sesuai jarak Ξ» (lambda) mampu meningkatkan availability dari 99.99975% menjadi 99.99990%. Artikel ini menyimpulkan bahwa space diversity dapat meningkatkan kualitas sinyal, memperkecil unavailability, dan sangat cocok digunakan pada jaringan kritikal seperti backbone microwave dan komunikasi militer.
Kata Kunci: availability, unavailability, fading, space diversity, pathloss, LOS, teknik kombinasi sinyal
Abstract
This article discusses a theoretical and simulation-based analysis of availability and unavailability in Line of Sight (LOS) radio communication systems using Space Diversity techniques. Availability is a critical performance indicator that measures the percentage of time a communication system operates without service interruption. Fading, caused by multipath propagation, is one of the main factors that reduces system reliability. To mitigate this, diversity techniques are applied.
Through simulations conducted with Pathloss software and theoretical calculations, this study evaluates the performance of a LOS link between Tuban and Madura, with and without space diversity. Results show that implementing a dual-antenna configuration with vertical spacing (based on Ξ») increases system availability from 99.99975% to 99.99990%. It also improves the Received Signal Level (RSL), enhancing signal quality during fading conditions. This study concludes that space diversity significantly enhances system resilience and is especially beneficial for critical infrastructures such as microwave backbones and military communication systems.
Keywords: availability, unavailability, fading, space diversity, pathloss, LOS, signal combining
PENDAHULUAN
Sistem komunikasi radio Line of Sight (LOS) menjadi tulang punggung dalam jaringan transmisi jarak jauh seperti microwave link antar pulau, sistem militer, dan backbone ISP. Salah satu parameter penting dalam menilai performa sistem tersebut adalah availability, yang mengukur persentase waktu sistem dapat berfungsi tanpa gangguan. Sebaliknya, unavailability mencerminkan waktu sistem tidak dapat menyediakan layanan karena berbagai gangguan teknis.
Fading akibat multipath propagation sering menyebabkan penurunan kualitas sinyal dan bahkan menyebabkan kegagalan sambungan. Untuk menanggulangi hal ini, teknik diversity digunakan. Artikel ini secara khusus membahas penggunaan space diversity, yaitu penempatan dua antena pada ketinggian berbeda untuk mengurangi dampak fading. Penelitian ini dilakukan secara teoritis dan simulatif dengan mengacu pada parameter sistem nyata dan perangkat lunak Pathloss 4.0.
LANDASAN TEORI
Konsep Availability dan Faktor yang Mempengaruhinya
Availability dalam sistem komunikasi adalah kemungkinan suatu sistem tersedia atau siap memberikan layanan dalam konidisi normal. Rumus dasarnya :
P_r (%)=6×〖10〗^(-5).a .b .f.d^3.〖10〗^(-F/10)
A_v=100%-P_r
Keterangan:
a = faktor kekasaran (misalnya 4 untuk laut)
b = faktor iklim (misalnya 1/2 untuk iklim panas)
f = frekuensi (GHz)
d = panjang lintasan (km)
F = fading margin (dB)
Faktor-faktor yang memengaruhi availability:
Equipment Availability: keandalan perangkat seperti pemancar, antena, receiver.
Path Availability: keandalan lintasan terhadap kondisi cuaca, multipath, dan halangan
Fading dan Space Diversity
Fading adalah variasi level sinyal yang diterima akibat banyaknya jalur yang ditempuh sinyal (multipath), menyebabkan gangguan konstruktif dan destruktif.
Space Diversity bekerja dengan menempatkan dua antena penerima pada ketinggian berbeda. Jika satu mengalami penurunan daya sinyal, yang lain masih bisa menerima sinyal lebih baik.
Jarak antar antena dihitung dengan:
∆h=p .Ξ»
dimana:
p = konstanta (100–200)
Ξ» = panjang gelombang
Teknik Komunikasi Sinyal
Dalam sistem komunikasi radio yang menerapkan teknik diversity, sinyal yang diterima dari beberapa antena tidak langsung digunakan secara independen, melainkan perlu digabungkan untuk memperoleh hasil sinyal yang optimal. Penggabungan ini dilakukan oleh komponen bernama combiner, yang bertugas memproses sinyal dari berbagai jalur penerimaan dengan teknik tertentu. Terdapat tiga metode kombinasi sinyal utama yang banyak digunakan, yaitu Selection Combining (SC), Equal Gain Combining (EGC), dan Maximal Ratio Combining (MRC). Ketiganya memiliki prinsip kerja, kompleksitas, dan hasil performa yang berbeda.
Selection Combining (SC)
teknik kombinasi sinyal paling sederhana. Dalam metode ini, dari semua sinyal yang diterima oleh antena-antena diversity, sistem hanya memilih satu sinyal terbaik berdasarkan parameter tertentu, seperti daya sinyal terbesar atau nilai SNR (Signal-to-Noise Ratio) tertinggi. Sinyal yang tidak terpilih tidak digunakan sama sekali. Keunggulan utama SC adalah kesederhanaan dan efisiensi dalam pemrosesan karena hanya satu jalur sinyal yang aktif. Namun, teknik ini juga memiliki kelemahan besar, yaitu tidak memanfaatkan informasi dari jalur lainnya, sehingga tidak memberikan peningkatan performa yang signifikan dibanding dua teknik lainnya. SC biasanya digunakan dalam sistem komunikasi yang hemat energi atau memiliki keterbatasan perangkat keras.
Equal Gain Combining (EGC)
Berbeda dari SC, Equal Gain Combining (EGC) menggunakan semua sinyal yang diterima dari berbagai antena penerima. Dalam teknik ini, sinyal-sinyal tersebut terlebih dahulu disamakan fasenya (phase alignment), lalu dijumlahkan secara langsung dengan bobot yang sama. Tidak seperti MRC yang memerlukan pengukuran kualitas kanal untuk menentukan bobot, EGC hanya menyamakan fase dan menganggap semua sinyal memiliki kontribusi yang setara. EGC memberikan peningkatan performa lebih baik dibanding SC karena memanfaatkan semua jalur sinyal, namun tidak seoptimal MRC dalam kondisi kanal yang sangat bervariasi. EGC memerlukan perangkat pengatur fase, namun tetap lebih ringan dibanding MRC dari sisi implementasi perangkat lunak dan perangkat keras.
Maximal Ratio Combining (MRC)
teknik kombinasi sinyal paling kompleks sekaligus paling efektif. Dalam MRC, setiap sinyal yang diterima dari antena diversity diberi bobot proporsional terhadap kualitas kanalnya, biasanya berdasarkan nilai SNR atau gain dari masing-masing jalur. Sinyal-sinyal ini kemudian disamakan fasenya dan dijumlahkan, menghasilkan sinyal akhir dengan rasio sinyal terhadap noise yang maksimal. Karena memanfaatkan sinyal secara optimal dari semua jalur, MRC mampu meningkatkan fade margin secara signifikan dan menurunkan Bit Error Rate (BER) pada sistem komunikasi digital. MRC sangat ideal untuk digunakan pada sistem komunikasi yang membutuhkan reliabilitas tinggi, seperti sistem seluler modern, komunikasi satelit, dan jaringan backhaul microwave. Namun, karena memerlukan pemrosesan sinyal kompleks, MRC juga membutuhkan prosesor yang lebih kuat dan perangkat canggih.
Secara keseluruhan, pemilihan teknik kombinasi sinyal dalam sistem diversity sangat bergantung pada kebutuhan sistem, kondisi kanal, dan kemampuan perangkat keras. SC cocok untuk sistem sederhana, EGC untuk sistem menengah dengan pengaruh multipath sedang, dan MRC untuk sistem kritikal di mana performa dan reliability adalah prioritas utama. Dalam konteks simulasi dan perencanaan sistem seperti yang dibahas pada artikel ini, penggunaan MRC dalam konfigurasi space diversity terbukti memberikan peningkatan availability paling tinggi dibanding teknik lainnya.
Tabel Perbandingan Teknik Kombinasi Sinyal: SC, EGC, dan MRC
Teknik Kompleksitas Performa Penggunaan Sinyal Cocok Untuk
Selection Combining (SC) Rendah Terendah 1 sinyal terbaik Sistem sederhana, hemat energi
Equal Gain Combining (EGC) Sedang Menengah Semua sinyal (dengan bobot sama) Sistem menengah ke atas
Maximal Ratio Combining (MRC) Tinggi Tertinggi Semua sinyal (dengan bobot optimal) Sistem kritikal, fading berat
METODOLOGI SIMULASI
Parameter Lintasan
Dalam perencanaan dan analisis sistem komunikasi radio Line of Sight (LOS), parameter lintasan merupakan elemen penting yang menentukan performa sistem secara keseluruhan. Parameter lintasan mencakup karakteristik teknis dari jalur transmisi antara dua titik komunikasi, baik dari sisi fisik (seperti jarak dan topografi), maupun dari sisi propagasi sinyal (seperti frekuensi, fading margin, serta faktor iklim dan permukaan).
Pada simulasi ini, lintasan komunikasi yang dianalisis adalah antara titik di wilayah Tuban dan Madura dengan panjang lintasan sejauh 45,83 kilometer. Sistem beroperasi pada frekuensi 7,5 GHz, yang merupakan rentang umum dalam sistem microwave point-to-point. Permukaan lintasan didominasi oleh laut, sehingga nilai faktor kekasaran (a) yang digunakan adalah 4, sesuai klasifikasi pada literatur. Sedangkan iklim di area tersebut tergolong panas dan lembab, sehingga nilai faktor iklim (b) yang diterapkan adalah 0,5.
Selain itu, dalam perhitungan unavailability digunakan fading margin sebesar 30,95 dB, yang merupakan selisih antara level sinyal rata-rata yang diterima dan level minimum yang masih dapat diterima dengan kualitas yang baik (biasanya untuk BER 10⁻⁶). Nilai fading margin ini diambil dari hasil simulasi sistem tanpa diversity pada perangkat lunak Pathloss 4.0.
Parameter-parameter ini digunakan dalam perhitungan teoritis unavailability dan availability dengan rumus sebagai berikut:
P_r (%)=6×〖10〗^(-5).a .b .f.d^3.〖10〗^(-F/10)
A_v=100%-P_r
Dengan fff dalam GHz dan ddd dalam kilometer, rumus ini memberikan estimasi probabilitas sinyal mengalami kegagalan propagasi akibat fading, yang kemudian dikonversi menjadi nilai availability sistem.
Simulasi Tanpa Space Diversity
P_r=6×〖10〗^(-5).4 .0.5 .7.5 .〖(45.83)〗^3.〖10〗^(-30.95/10)→A_v≈99.99975%
Simulasi Dengan Space Diversity
Perbedaan ketinggian antena diatur dari 100Ξ» hingga 200Ξ». Hasil simulasi Pathloss:
Spasi Antena (Ξ») Availability (%) RSL (dBm)
100 99.99989 -84.41
125 99.99989 -84.29
150 99.99989 -84.17
175 99.99990 -84.05
200 99.99990 -83.94
HASIL DAN PEMBAHASAN
Visualisasi dan Grafik
Gambar 1. Ilustrasi teknik Space Diversity dengan dua antena penerima pada menara berbeda ketinggian (Ξh)
Gambar 2 adalah grafik hubungan antara variasi spasi antena dan nilai availability yang diperoleh dari simulasi.
Analisis:
Peningkatan availability meskipun kecil secara numerik tetap menunjukkan peningkatan keandalan sistem. Bahkan peningkatan 0.00015% dapat menentukan apakah sistem tetap berfungsi selama 5 menit downtime dalam 1 tahun.
Pendalaman Teknik Diversity dan Efeknya terhadap Availability
Walaupun artikel ini berfokus pada space diversity, penting untuk memahami bahwa dalam dunia nyata, terdapat beberapa teknik diversity lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan keandalan sistem komunikasi radio. Setiap teknik memiliki kelebihan dan keterbatasannya masing-masing:
a. Frequency Diversity
Teknik ini menggunakan dua atau lebih kanal frekuensi yang berbeda untuk mengirim sinyal yang sama. Karena fading biasanya hanya mempengaruhi sebagian spektrum, maka sinyal pada frekuensi lain tetap dapat diterima dengan baik. Meskipun efektif, metode ini memerlukan bandwidth yang lebih besar dan sumber daya frekuensi tambahan, sehingga kurang efisien untuk sistem fixed point-to-point seperti microwave link.
b. Time Diversity
Pada time diversity, sinyal yang sama dikirim ulang pada waktu yang berbeda. Teknik ini cocok diterapkan dalam sistem digital, seperti jaringan komunikasi paket data, untuk mengatasi gangguan sesaat atau interferensi temporer. Namun, dalam sistem real-time seperti komunikasi suara atau video, metode ini kurang optimal karena menyebabkan delay.
c. Polarization Diversity
Metode ini memanfaatkan dua antena dengan polarisasi berbeda (horizontal dan vertikal) untuk mengurangi pengaruh fading yang terjadi secara selektif terhadap satu jenis polarisasi. Dalam lingkungan multipath, pantulan sinyal dapat mengubah polarisasinya, dan dengan menggunakan polarization diversity, sinyal yang mengalami rotasi polarisasi tetap bisa diterima oleh salah satu antena.
d. Angle Diversity
Sinyal diterima dari arah yang berbeda menggunakan antena dengan orientasi atau arah penerimaan (beam) yang bervariasi. Teknik ini cocok untuk lingkungan urban atau daerah dengan banyak gedung yang menyebabkan multipath dari berbagai arah.
Dari berbagai teknik di atas, space diversity tetap menjadi pilihan utama dalam sistem microwave point-to-point karena efisiensinya dan kemudahan implementasi struktural, hanya memerlukan tambahan antena dan combiner tanpa memodifikasi spektrum atau waktu.
Analisis Fade Margin dalam Perencanaan Availability
Fade margin adalah perbedaan antara daya sinyal rata-rata yang diterima dan tingkat daya minimum yang diperlukan untuk menjaga kualitas komunikasi yang andal. Fade margin menjadi penentu utama dalam menjaga availability sistem.
Contoh:
Jika sistem membutuhkan RSL minimum sebesar -90 dBm untuk kualitas BER 10⁻⁶, dan sinyal rata-rata yang diterima tanpa space diversity adalah -84 dBm, maka fade margin adalah 6 dB.
Namun, ketika space diversity digunakan dan RSL meningkat menjadi -83,94 dBm, maka fade margin bertambah menjadi 6,06 dB. Walaupun kecil secara numerik, peningkatan ini berdampak besar pada probabilitas kesalahan dan frekuensi outage sistem.
Peningkatan fade margin memperkecil kemungkinan sinyal jatuh di bawah ambang minimum selama fluktuasi propagasi (seperti hujan, kabut, multipath ekstrem), yang berarti peningkatan langsung terhadap availability
Evaluasi Kombiner dan Efisiensinya dalam Meningkatkan Sinyal
Dalam sistem diversity, efektivitas penerimaan sinyal sangat ditentukan oleh jenis combiner yang digunakan. Berikut adalah evaluasi efektivitas masing-masing:
SC(SelectionCombining):
Menggunakan satu antena dengan sinyal terbaik. Cocok untuk sistem low-cost, tetapi availability tidak maksimal karena 1 sumber sinyal aktif.
EGC(EqualGainCombining):
Semua sinyal dijumlahkan setelah disamakan fase, tetapi bobotnya tidak disesuaikan. Memberikan performa lebih baik dari SC dan lebih sederhana dari MRC.
MRC(MaximalRatioCombining):
Menggunakan pembobotan optimal sesuai kualitas kanal masing-masing antena, lalu menjumlahkannya. Memberikan SNR maksimal dan peningkatan availability tertinggi, namun memerlukan perangkat mahal dan kompleks.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa penggunaan MRC dapat memberikan peningkatan fade margin tambahan 3–6 dB dibanding SC. Ini setara dengan pengurangan unavailability hingga 50% pada sistem real-time.
IMPLEMENTASI SPACE DIVERSITY DI DUNIA NYATA
Microwave backbone antar kota/pulau
Sistem komunikasi militer
Stasiun radio pantai dan SAR
Jaringan seluler di area dataran luas
Space diversity cocok untuk sistem point-to-point tetap, lebih hemat spektrum dibanding frequency diversity, dan dapat diimplementasikan tanpa perlu penambahan bandwidth.
Perbandingan Simulasi Teoritis vs Hasil Pathloss
Perhitungan teoritis availability memberikan hasil mendekati sempurna:
Tanpa diversity: 99.99975%
Dengan diversity (200Ξ»): 99.99990%
Namun, dalam simulasi Pathloss, nilai-nilai ini dapat divalidasi dengan data yang lebih kaya:
Visualisasi profil elevasi
Efek permukaan laut terhadap propagasi
Pertimbangan refraksi dan difraksi
Grafik RSL interaktif
Simulasi menunjukkan bahwa dengan menambah space vertikal 200Ξ» antara dua antena, sinyal membentuk distribusi yang lebih stabil sepanjang waktu. Hal ini selaras dengan teori distribusi Rayleigh dan Ricean yang memodelkan fading.
Dengan demikian, hasil simulasi Pathloss memverifikasi secara visual dan numerik peningkatan availability dan kualitas sinyal akibat space diversity.
Studi Tambahan : Efektivitas di Lingkungan Nyata
Berikut adalah beberapa studi penerapan space diversity di berbagai lokasi nyata:
Jalur komunikasi laut antar pulau di Indonesia:
Banyak operator menggunakan dua antena yang dipasang di tower laut untuk menjaga sinyal tetap stabil meskipun terjadi pantulan ekstrem dari permukaan air laut.
Sistem komunikasi radar bandara:
Digunakan untuk menjaga kestabilan komunikasi antara menara pengawas dan pesawat. Antena diversity digunakan untuk mengurangi blind spot.
Komunikasi darurat SAR (Search and Rescue):
Dalam operasi evakuasi di laut, space diversity menjaga sinyal tetap dapat diterima walaupun perahu penyelamat bergoyang atau sinyal terpantul dari ombak tinggi.
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis teoritis dan simulasi menggunakan perangkat lunak Pathloss, dapat disimpulkan bahwa teknik space diversity secara signifikan mampu meningkatkan performa sistem komunikasi radio Line of Sight (LOS). Penerapan konfigurasi dua antena dengan perbedaan ketinggian sebesar 200Ξ» meningkatkan availability sistem dari 99.99975% menjadi 99.99990%. Selain itu, terjadi peningkatan Received Signal Level (RSL) dari -84.41 dBm menjadi -83.94 dBm.
Peningkatan numerik tersebut mungkin terlihat kecil, namun secara operasional berdampak besar, terutama untuk sistem komunikasi kritikal seperti backbone microwave, komunikasi militer, dan jaringan pencarian dan penyelamatan (SAR). Teknik Maximal Ratio Combining (MRC) juga terbukti memberikan hasil paling optimal dalam meningkatkan fade margin dan menurunkan unavailability. Oleh karena itu, space diversity merupakan solusi efektif, efisien, dan layak diterapkan dalam perencanaan sistem komunikasi LOS modern.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil analisis dan simulasi yang telah dilakukan, penulis menyarankan agar teknik space diversity diterapkan secara lebih luas, khususnya pada sistem komunikasi radio Line of Sight (LOS) yang digunakan dalam kondisi lingkungan ekstrem seperti lintasan laut, dataran luas, atau area dengan potensi gangguan multipath yang tinggi. Penggunaan space diversity terbukti efektif meningkatkan availability dan menurunkan unavailability, sehingga sangat relevan untuk sistem komunikasi yang bersifat kritikal seperti jaringan backbone microwave, komunikasi militer, dan sistem pencarian dan penyelamatan (SAR).
Selain itu, dalam penerapannya, pemilihan jenis combiner juga perlu dipertimbangkan secara matang. Metode Maximal Ratio Combining (MRC) sangat disarankan karena mampu memaksimalkan kualitas sinyal dan memberikan margin fading terbaik, meskipun memerlukan perangkat keras yang lebih kompleks dan mahal. Sistem komunikasi dengan kebutuhan reliabilitas tinggi sebaiknya menginvestasikan sumber daya untuk menerapkan metode ini demi kestabilan layanan jangka panjang.
Penulis juga menyarankan agar penelitian lanjutan dilakukan untuk mengkaji efektivitas teknik space diversity di berbagai kondisi geografis dan iklim, terutama di wilayah tropis seperti Indonesia yang memiliki tingkat kelembapan tinggi dan karakteristik propagasi sinyal yang unik. Hasil dari studi tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan pedoman perencanaan jaringan yang lebih akurat dan adaptif. Terakhir, untuk sistem ultra-kritikal, integrasi antara space diversity dengan teknik lain seperti frequency, polarization, atau time diversity dapat menjadi solusi menyeluruh dalam mengatasi berbagai bentuk fading dan meningkatkan keandalan sistem komunikasi secara signifika
DAFTAR PUSTAKA
[1] B. Jaksic, J. Todorovic, M. Jovanovic, M. Bandjur, and D. Bandjur, “Impacts of Diversity Technique Application in Order to Reduce the Fading in IEEE 802.15.4 Networks,” Applied Sciences, vol. 13, no. 17, pp. 733–740, 2023, doi: 10.3390/app13179775.
[2] R. Tiwari and A. Saxena, “A Review on Energy Efficient Routing in Wireless Sensor Networks,” International Journal of Engineering Trends and Technology, vol. 19, no. 1, 2015, [Online]. Available: http://www.ijettjournal.org
[3] Y. Kurniawan and A. F. D.A. Sudirja, “Diversity Combining Using Maxima Ratio Combining for All Modulation Mode,” TELKOMNIKA (Telecommunication Computing Electronics and Control), vol. 12, no. 3, p. 733, Sep. 2014, doi: 10.12928/telkomnika.v12i3.103.